SEKAR DAN TEMBOK TAK KASAT MATA: TANTANGAN MENGAKSES LAYANAN PSIKOLOGI

Rabu, 04 Desember 2024

JUMLAH ORANG DENGAN DISABILITAS PSIKOSOSIAL TINGGI DI KABUPATEN KULON PROGO

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dan 2018, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki jumlah permasalahan gangguan jiwa tertinggi secara berturut-turut. Tingginya data tersebut membuktikan tingkat kesadaran masyarakat berada pada kondisi yang baik. Hal tersebut termasuk pada integrasi dan proses pendataan. Disisi lain, situasi ini membuktikan bahwa pendataan yang dilakukan Pemerintah setempat cukup konsisten. Kabupaten Kulon Progo berturut-turut menempati urutan pertama dalam kasus jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa.

DAMPAK DARI TINGGINYA JUMLAH ORANG DENGAN DISABILITAS PSIKOSOSIAL

Tingginya data, tidak berbanding lurus dengan layanan yang ada di masyarakat. Seperti akses layanan kesehatan, akses layanan sosial, dan pekerjaan. Pada akses layanan kesehatan, ditemukan orang dengan disabilitas psikososial yang enggan atau tidak memiliki kesadaran dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti berobat. Salah satunya ketidakpahaman orang dengan disabilitas psikososial maupun keluarga tentang pentingnya akses layanan psikologi.

PUSKESMAS DI KULON PROGO BELUM PUNYA LAYANAN PSIKOLOGI

Ketidaktahuan orang dengan disabilitas psikososial dan keluarga disebabkan karena tidak adanya edukasi, sosialisasi, atau peningkatan pengetahuan lain tentang metode pemulihan orang dengan disabilitas psikososial. Keluarga dan orang dengan disabilitas psikososial hanya tahu sebatas obat dan kegawatdaruratan. Di Kulon Progo, baru ada layanan psikologi pada tahun 2022. Itupun hanya di tingkat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Puskesmas, yang menjadi rujukan fasilitas pertama dan berperan sebagai ujung tombak dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat di tingkat kecamatan belum menyediakan tenaga psikolog. Beberapa alasan mengapa selama ini orang dengan disabilitas psikososial dan keluarga tidak mengakses layanan psikologi, diantaranya karena:

 

  1. Jarak yang jauh dari rumah

  2. Biaya konseling tidak bisa diakses melalui BPJS

  3. Keterbatasan tenaga psikolog

PENGALAMAN SEKAR (Nama Disamarkan)

Sekar adalah orang dengan disabilitas psikososial yang tinggal di salah satu wilayah di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Sekar dan keluarga tidak memiliki pemahaman yang cukup terkait manfaat mengakses layanan psikologi. Selama ini, Sekar hanya mengakses pengobatan dari Rumah Sakit. Treatment pengobatan bagi orang dengan disabilitas psikososial tidak cukup hanya dari pengobatan psikiater saja. Perlu dukungan terapi dan intervensi lanjutan secara psikologis oleh tenaga psikolog. Dalam perjalanannya, Sekar mengalami kendala untuk mengakses layanan psikologi. 

 

Sekar dan keluarga adalah salah satu penerima bantuan PKH dari pemerintah. Sehingga untuk mengeluarkan biaya layanan psikologi di rumah sakit dengan nominal 200rb - 300rb, dan intervensi yang tidak cukup dilakukan hanya dengan 1 kali datang, membuatnya berpikir ulang. Dengan nominal tersebut, Sekar dan keluarga dapat mencukupi kebutuhan bahan pokok keluarga selama sebulan. BPJS tidak dapat mengcover layanan psikologi yang ada di rumah sakit. Sehingga Sekar dan keluarga hanya mengandalkan pendekatan medis dengan obat psikiatri.

PENTINGKAH LAYANAN PSIKOLOGI?

Tidak banyak masyarakat paham terhadap pentingnya layanan psikologi. Banyak keluarga orang dengan disabilitas psikososial dan masyarakat menganggap obat psikiatri adalah faktor tunggal dalam pemulihan orang dengan disabilitas psikososial. Sehingga banyak dari mereka mengabaikan metode lain yang berkontribusi terhadap kondisi kestabilan orang dengan disabilitas psikososial. Disisi lain, pemulihan orang dengan disabilitas psikososial melibatkan banyak faktor seperti mental dan emosional. Melalui konsultasi dengan psikolog, berbagai upaya pemulihan dapat dilakukan. Seperti penerimaan diri, penerimaan masa lalu dan terapi lain yang mampu menumbuhkan motivasi dan harapan-harapan baik dalam hidup orang dengan disabilitas psikososial. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh profesional dan dengan intervensi yang terukur. 

Selama ini yang dilakukan oleh puskesmas hanya melakukan screening dan konsultasi pelayanan, serta rujukan. Puskesmas tidak melakukan konsultasi lanjutan. Hal ini terjadi karena keterbatasan SDM yang dimiliki Puskesmas. Kabupaten Kulon Progo hanya terdapat Programmer Jiwa yang pelayanannya hanya melakukan rujukan, kegawatdaruratan dan sosialisasi di kalangan terbatas. Programmer Jiwa di Puskesmas tidak memiliki kapasitas untuk melakukan intervensi psikologi. Proses screening hanya dilakukan untuk mencukupi standar pelayanan minimum Puskesmas. Data yang masuk kemudian tidak ada tindak lanjut karena tidak ada profesional lain yang mendukung.

Di masyarakat, tidak semua kader kesehatan memiliki pemahaman yang baik terhadap orang dengan disabilitas psikososial. Banyak kader menganggap orang dengan disabilitas psikososial adalah orang yang berbahaya, mengganggu dan tidak dapat diberdayakan. Kader juga tidak dibekali oleh pemangku kepentingan terkait kemampuan komunikasi terapeutik. Sedangkan kader adalah perpanjangan tangan dari pemangku kepentingan di sektor kesehatan dan non kesehatan.

Berangkat dari pengalaman Sekar tentang kebutuhan hidup dan kebutuhan psikologis, kita dapat melihat bahwa kebutuhan orang dengan disabilitas psikososial dan keluarga tidak terbatas pada aspek pengobatan psikiatri saja. Melainkan kebutuhan layanan psikologi, edukasi tentang kesehatan jiwa, dan akses layanan dukungan sosial untuk mengoptimalkan pemulihannya. Sehingga Sekar dapat berdaya secara mandiri dan berkelanjutan.