Stigma di Balik Senyum: Perjuangan Kader Lelaki di Tengah Label Sosial
Di masyarakat, kader biasanya merujuk pada seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang secara sukarela aktif membantu menjalankan program-program pemerintah atau organisasi di tingkat desa. Dalam pemberdayaan terhadap masyarakat, istilah "kader" sering sekali identik dengan label sosial perempuan. Masyarakat sering kali memandang perempuan sebagai sosok yang lebih lembut, penuh kasih, dan lebih cocok menjalankan peran sosial dalam organisasi. Hal ini menjadi stigma yang membatasi peran perempuan dalam organisasi hanya sebagai pelaksana tugas atau bahkan sebagai simbol kehadiran yang “lembut” dan “pendukung”. Padahal, peran kader dalam sebuah organisasi sangat luas dan bisa dilakukan oleh siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin.
Menjadi kader adalah salah satu panggilan untuk siapa saja yang memiliki inisiatif dalam membangun rasa peduli antar sesama. Rasa peduli dimiliki oleh setiap orang baik laki-laki maupun perempuan sebagai mahkluk sosial. Berangkat dari kepedulian antar sesama, ada satu figur Kader Kesehatan Jiwa, Markiyana yang memutuskan untuk bergabung dan terlibat dalam menginisiasi Kelompok Swabantu BPJS (Bersama Penyintas Jiwa Sehat) Kalurahan Gading. Keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan jiwa tidak menjadi penghalang bagi beliau untuk terlibat di pendampingan masyarakat. Kepedulian dan rasa ingin tahu membuat Markiyana tertarik mengikuti pelatihan tentang kesehatan jiwa sebagai bekal menjadi motor penggerak untuk masyarakat dalam melakukan pendampingan terhadap kelompok rentan, khususnya Orang dengan Disabilitas Psikososial.
Pengalaman berorganisasi di Kaltana, Karang Taruna dan pengetahuan Kesehatan jiwa membuat Markiyana semakin percaya diri dalam pendampingan terhadap Orang dengan Disabilitas Psikososial. Tantangan awal yang dihadapi oleh Markiyana adalah stigma di masyarakat bahwa kader kesehatan selalu identik dengan Perempuan. Hampir semua kader kesehatan di kalurahan adalah perempuan. Ketika kesempatan hadir dan ditawarkan, beliau mengambilnya tanpa ragu.
Pengenalan Kesehatan Jiwa di Kalurahan Gading dimulai dari nol. Diperlukan pendekatan lebih terhadap pemerintah kalurahan, keluarga dan masyarakat untuk memahamkan isu kesehatan jiwa yang dibawanya. Tentu muncul banyak penolakan dari berbagai pihak, namun Markiyana mampu melakukan strategi yang tepat dengan pendekatan yang intens dan bertahap serta membuka peluang yang sangat baik bagi masyarakat di wilayah Kalurahan Gading.
“Sebagai seorang kader kesehatan jiwa, saya merasa sangat bersyukur dapat berperan dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan Orang dengan Disabilitas Psikososial. Awalnya, kami sadar bahwa banyak sekali Orang dengan Disabilitas Psikososial yang masih kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan yang layak. Banyak dari mereka yang merasa takut atau tidak tahu harus kemana ketika menghadapi masalah kesehatan. Saya memutuskan untuk terlibat dan bekerjasama dengan kader lainnya dalam memfasilitasi Orang dengan Disabilitas Psikososial untuk mengakses pengobatan dan terlibat dalam kegiatan sosial. Mengenal lebih dekat kebutuhan Orang dengan Disabilitas Psikososial dan memberikan edukasi pemantauan obatnya. Kami sudah membentuk kelompok SHG dan jaringan kader kesehatan jiwa yang siap melayani setiap Orang dengan Disabilitas Psikososial dan caregiver yang membutuhkan layanan kesehatan dan tentunya tetap melibatkan keluarga dengan penuh rasa tanggung jawab. Kami bekerja sama dengan puskesmas dan berbagai organisasi kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa setiap Orang dengan Disabilitas Psikososial memiliki akses terhadap pemeriksaan kesehatan dan informasi yang akurat. “ - Markiyana
Keberagaman dalam pendampingan akan memperkaya perspektif dan memaksimalkan potensi yang ada. Ketika perempuan dan laki-laki bekerja sama tanpa dibatasi oleh stereotip gender, maka pendapingan dan komunitas akan memiliki dinamika yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah, merancang strategi, dan mencapai tujuan bersama. Kolaborasi yang seimbang antara perempuan dan laki-laki sebagai kader akan menghasilkan inovasi yang lebih luas dan dampak yang lebih besar.
Kader, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi untuk menjadi pelaku perubahan yang besar dalam masyarakat.