Berlatih Kepemimpinan Melalui Produksi Sale Pisang
Mengorganisir kelompok usaha yang terdiri dari sedikit unsur tentu tidak menyulitkan asal setiap anggota memiliki hasrat serupa dalam mewujudkannya. Tetapi bagaimana dengan kelompok usaha yang terdiri dari banyak unsur, ditambah model tersebut belum pernah ada di wilayah proyek dampingan?
Kesulitan ini dialami oleh Mochamat Yastari, seorang penyandang disabilitas fisik polio di Desa Semawung, Kecamatan Purworejo. Apalagi Yastari cenderung pemalu dan enggan banyak berinteraksi dengan orang lain. Hari-hari Yastari tenggelam dalam kesibukan jualan tiket bis, buka toko kelontong, dan seni bonsai yang keuntungannya tidak seberapa untuk menghidupi keluarganya. Satu-satunya pengalaman berhadapan dengan orang banyak adalah saat mengorganisir Kelompok Disabilitas Desa (KDD) Cahaya Hati Semawung dan menyumbangkan usulan pada Musrenbangdes demi kemajuan desa.
“Suatu hari Staf CO mengajak gendu roso. Di situ ada banyak orang. Ternyata kami dikumpulkan untuk merembug Kelompok Usaha Inklusi, di mana ada penyandang disabilitas, lansia, caregiver disabilitas berat, karang taruna, kader, dan perangkat desa terlibat di dalamnya. Saya ragu akan sukses, mana mau sih orang-orang dari beragam unsur ini sepakat bikin dan jalankan usaha,” tutur Yastari.
Setelah beberapa kali pertemuan, Kelompok Usaha Inklusi Semawung (KUIS) terbentuk pada April 2023 dengan menggagas produksi sale pisang sebagai lini usaha. Bahan baku pisang diambil dari jenis rojo bandung yang tersedia melimpah di Desa Semawung. Ketika cuaca kemarau, KUIS diuntungkan dalam proses pengeringan alami dengan panas matahari. Kondisi itu dimanfaatkan dengan sebanyak mungkin membuat stok yang nantinya tinggal goreng saat hendak dikemas sekaligus kesiapan menghadapi tantangan di depan mata: Purworejo memasuki musim penghujan. Untuk pemasaran sale pisang dilakukan seluruh anggota KUIS meski tak semua memiliki greget yang sama dalam memasarkan.
“Pemasaran sale pisang varian original dan keju sejauh ini dilakukan melalui toko-toko di sekitar lingkungan produksi dan pameran/ekspo. Seringkali titip tapi juga ada yang diretur & tidak bisa diolah lagi. Kalau dipaksakan diolah jadi gosong & rasa berkurang kualitasnya. Selain tantangan membuat orang lokal mau beli oleh-oleh buatan (lingkungan/warganya) sendiri sementara bahan mentah limpah ruah, KUIS juga belum optimal pemasaran melalui medsos. Ke depan kami berencana kolaborasi dengan UMKM Kecamatan agar masuk di toko oleh-oleh besar, serta dengan KDD dan Bumdes, mengingat potensi Semawung ada Wisata Desa Embung untuk outbond. Kami mau tunjukkan kekuatan produk yang dibuat oleh kelompok rentan dan tidak rentan,” tambah Yastari.
Dan akhirnya sesuai perkiraan, pertengahan Oktober 2023 merupakan waktu bagi hasil pertama setelah usaha berjalan 6 bulan. Dari per bungkus sale pisang dengan berat 120 gram yang dijual seharga Rp 10.000,- anggota KUIS yang memproduksi dan memasarkan mendapatkan keuntungan yang sama. Kas kelompok dikosongi sementara karena KUIS ingin mengutamakan kesejahteraan anggota. Pada periode bagi hasil berikutnya, KUIS sepakat bagi hasil ditambah mengisi kas kelompok. KUIS berhasil membuktikan, meski didominasi lansia & disabilitas justru menjadi kekuatan untuk lebih strategis dalam ber-KUBE.
Mewakili Pemerintah Desa Semawung, Sri, mengakui bahwa sebelum menerima pendampingan Pusat Rehabilitasi YAKKUM, pemerintah desa tidak memberikan perhatian kepada warga dengan disabilitas, terutama hal aksesibilitas dan peningkatan finansial mandiri, sama sekali tidak terpikirkan oleh mereka. Kesadaran untuk mendukung warga dengan disabilitas terus diupayakan dengan bersikap lebih peduli dan perhatian, serta memberikan bagi hasil dari Bumdes berupa dana sosial sebagai modal penguatan setiap tahunnya.
Melihat betapa solidnya KUIS dalam berdinamika dan beraktualisasi, Pemerintah Desa pun bersemangat membantu dalam berjejaring dengan peluang pelatihan dari akademisi seperi Swiss German University, Universitas Sanata Dharma, dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Pada akhir tahun 2023, KUIS dilatih produksi tepung pisang, stik pisang, dan permen cabe. Namun pengembangan lanjutan dari pelatihan tersebut belum dilakukan karena memasuki musim tanam padi, di mana sebagian besar anggotanya adalah petani.
“Bergabung dalam Kelompok Usaha Inklusi ini membuat saya yang tadinya banyak pertanyaan, seperti kenapa sih harus inklusi, kenapa harus ada KUBE, kenapa harus pandai mengambil keputusan, sekarang jadi ngerti. Tapi yang terpenting perubahan mental dan pemahaman diri. Saya yang tadinya pemalu, sekarang jadi lebih pede. Saya lihat anggota lainnya merasakan hal yang sama, lebih pede beri gagasan & mengerjakan suatu hal untuk mencapai tujuan bersama. Bukan superman tapi superteam. Sikap berani itu bermanfaat sekali dalam menghadapi masa mendatang yang tantangannya bakal mundak terus,” ungkap Yastari.
Sejauh ini, project Desa Inklusi melalui pendampingan kelompok terbukti mampu meningkatkan pemberdayaan penyandang disabilitas seperti yang ditunjukkan oleh Yastari. Sebagai penderita polio, Yastari cenderung pendiam dan tidak percaya diri. Meski begitu setelah berinteraksi dengan anggota KUIS dan diberi kesempatan mengelola usaha kelompok, kini ia menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan bertanggungjawab dalam perannya sebagai bendahara, dan semakin peduli terhadap siapapun. Yastari bahkan kerap didatangi warga untuk memediasi masalah sosial di lingkungan. Kepemimpinan baginya adalah mewariskan keteladanan yang lebih baik daripada lisan.