Kisah Wildan: Sebuah Gambaran Penanganan Tepat Kesehatan Mental
Wildan Rozan Ahmad berusia 19 tahun ketika pertama kali ia merasa sulit mengontrol pikirannya. Ia tak begitu ingat apa yang terjadi, tapi ia ingat bahwa ia juga mengalami halusinasi. Ia mendengar suara yang menyuruhnya untuk melakukan semedi selama berjam-jam. Kira-kira 1 bulan terus melakukan semedi, orangtua Wildan membawanya berobat di klinik dekat rumahnya.
Sejak saat itu, Wildan rutin mengkonsumsi obat dan melakukan kontrol di Rumah Sakit Jiwa karena ia mengalami Schizophrenia. Wildan menyadari bahwa obat sangat penting baginya. Bahkan, bertahun-tahun mengkonsumsi obat tak membuatnya jenuh. Ia mengatakan, “Tidak bosan (minum obat), biar sembuh.”
Wildan mengakui bahwa pemulihannya tak lepas dari peran keluarganya. “Semua memberikan perhatian, selalu menemani.” katanya. Ayah Wildan membantunya menjalankan usaha, sedangkan sang Ibu menemani ketika mengikuti pelatihan mengenai kesehatan jiwa serta memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Wildan. Wildan menambahkan bahwa keluarganya selalu menciptakan situasi yang tenang seperti yang ia butuhkan. Di dalam masyarakat pun, Wildan tak kemudian mengucilkan diri. Belakangan ini ia bercerita bahwa ia mendaftarkan diri di klub sepakbola di desanya. Ia sungguh diterima di masyarakatnya meskipun Schizophrenia yang ia alami bukanlah rahasia.
Tahun 2018 menjadi tahun baik bagi Wildan. Ia kembali bersemangat menjalankan ternak bebeknya untuk ia ambil telurnya. Ia memiliki 30 ekor bebek yang tersisa di tahun sebelumnya. Kemudian, ia mendapatkan bantuan usaha dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM yang kemudian ia belikan 20 ekor bebek. Ia menunjukkan tekad kuat untuk menjalankan ternak bebeknya dengan membeli 80 ekor lagi. Awalnya, ia merasa sulit mendapatkan pelanggan, namun sekarang, setiap harinya, Wildan menjual kurang lebih 70 telur bebek dengan harga Rp 2.000,00 per telur ke tetangganya yang berjualan gudeg.
Ketika ditanya darimana ia mendapatkan inspirasi untuk menjalankan usaha ternak bebek, Wildan mengatakan, “Dari Ibu. Dulu diberi pilihan oleh Ibu. Saya pilih (ternak) bebek.” Wildan menikmati usaha yang ia jalani. “Saya mau (diajak usaha), supaya ada aktivitas dan pemasukan.”
Usaha Wildan yang sedang ia jalani ini bukan berarti lepas dari tantangan. “Ya sakitnya itu sendiri (yang menjadi tantangan).” Ia memulai usaha ternak bebek tersebut pada tahun 2017. Namun, di akhir tahun 2017, ia mengalami kekambuhan sehingga ia harus menjalani opname di Rumah Sakit Jiwa yang membuatnya tak mampu mengurus ternaknya. Alhasil, hanya tersisa 30 ekor bebek dari 250 ekor yang ia miliki. Semenjak itu ia menyadari bahwa ia harus terus menjaga kesehatannya melalui pengobatan teratur agar ternak bebeknya terurus dengan. Selain itu, ketika ia merasa mulai, tidak enak badan, lelah atau pikirannya tidak tenang, ia kemudian menenangkan diri dan mengurangi aktivitasnya agar tidak kambuh. Ia juga berusaha untuk terus membuat dirinya sendiri nyaman.
Wildan merasa sangat terbantu dengan adanya dukungan-dukungan yang ia terima, termasuk dukungan dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM melalui pendampingan intens yang dilakukan kepadanya sehingga ia menjadi lebih mengerti mengenai disabilitas psikososial. Bagi Wildan, “Orang dengan masalah seperti saya masih mempunyai harapan untuk sembuh dan punya pekerjaan. Asal berobat, menuruti anjuran dokter.” Ia juga mengatakan bahwa pengobatan adalah yang terpenting untuk pemulihan gangguan jiwa, selain juga dukungan keluarga, teman dan tetangga.
“Kesehatan mental itu penting, karena bermanfaat bagi diri sendiri. Ketika saya sehat mental, saya bisa beraktivitas dan menjalankan usaha.” ujarnya.